Ahmadiyah lagi, ahmadiyah lagi. Tak kunjung selesai juga kasus ahmadiyah ini hingga terjadi tragedi Cikeusik beberapa hari yang lalu. Bentrokan fisik pecah antara masyarakat dengan jemaat Ahmadiyah, terjadi sekitar pukul 10.30 Wib hari Ahad (6/2/2011), di kampung Pasir Peuteuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten. Akibatnya tiga orang tewas dan sejumlah lainya luka-luka. Menurut beberapa sumber informasi yang bisa dipercaya, bentrokan dipicu oleh sikap dan pernyataan jemaat Ahmadiyah yang provokatif terhadap masyarakat setempat. Kapolri Timur Pradopo menyatakan para penentang Ahmadiyah adalah warga setempat dan sementara Jemaat Ahmadiyah dibantu sekitar 15 orang yang disinyalir datang dari Bekasi (Republika, 7/2) -menurut sebagian media lain, jumlahnya sekitar 20 orang lebih datang dari Jakarta - dengan maksud mengamankan aset Ahmadiyah dan membela jemaat Ahmadiyah sampai titik darah penghabisan! Masya Allah! (siapa yg berkepentingan di balik ini semua???)
Presiden SBY meminta semua pihak untuk mematuhi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri mengenai Ahmadiyah (Republika, 8/2). Dalam SKB jemaat Ahmadiyah dinilai beraliran sesat dan tidak boleh menyebarkan keyakinan mereka kepada umat Islam dan bila melanggar akan dikenakan sanksi. Jika masih membandel akan dibubarkan. SKB itu ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008, yang ditandatangani oleh Menag, Jaksa Agung dan Mendagri waktu itu.
Kita tidak habis pikir, kenapa kasus Ahmadiyah tidak kunjung usai? Seolah pemerintah hanya bisa menghimbau, mengevaluasi tapi minus solusi dan langkah tegas. Wajar jika kemudian muncul anggapan, pemerintah tidak konsisten dan “sengaja” melakukan pembiaran atas gesekan-gesekan fisik masyarakat dengan Ahmadiyah. Bahkan “isu Ahmadiyah” seakan sengaja dipelihara dan dijadikan komoditas politik dan kepentingan kelompok tertentu.
WASPADA POLITISASI
Sesaat setelah peristiwa “Cikeusik” meletus, ada upaya tertentu untuk memblow-up peristiwa itu -ditambah lagi peristiwa Temanggung-. Peristiwa itu dijadikan bukti untuk mengatakan buruknya toleransi kehidupan beragama di negeri ini. Umat Islam pun kembali menjadi tertuduh. Peristiwa “Cikeusik” -juga Temanggung- digunakan oleh para pengusung ide-ide sesat sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) untuk mengkampanyekan ide toleransi, pluralisme, dan kebebasan ala mereka. Jargon “HAM” pun mereka gunakan untuk melindungi eksistensi kelompok sesat dan menodai keyakinan umat Islam. Bahkan MUI dan SKB Tiga Menteri tentang Ahmadiyah mereka tuding menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah.
MENGURAI AKAR MASALAH
Pertama, kelompok Ahmadiyah sebagai kelompok sesat tetap dibiarkan eksis dan mengklaim diri bagian dari Islam dan kaum muslim. Padahal kesesatan Ahmadiyah telah menjadi perkara yang disepakati (mujma’ alaihi) dan jelas oleh MUI pd tahun 1980 dan 2005 serta oleh Lembaga Muslim Dunia pada tahun 1974. Usaha dialog dan dakwah yang persuasif kepada mereka selama ini juga tidak dihiraukan dan jemaat Ahmadiyah tetap kukuh dengan keyakinan sesatnya yang menodai keyakinan umat Islam. Mereka pun tetap kukuh mengklaim bagian dari Islam dan umat Islam.
Kedua, keberadaan individu dan kelompok pengusung ide Sepilis yang dengan kedok HAM dan Demokrasi berusaha membela kelompok sesat Ahmadiyah. Keberadaan mereka bisa ikut andil melanggengkan masalah ini, bukan menyelesaikannya.
Ketiga, ketidaktegasan pemerintah. SKB tidak dijalankan dan dilanggar, tetapi tidak ada tindakan. Pemerintah pun tidak tegas memposisikan Ahmadiyah, padahal telah jelas menyimpang dan di luar Islam. Di sinilah pemerintah terlihat lalai bahkan “gagal” melindungi keyakinan mayoritas umat Islam.
BUTUH KEJELASAN DAN TINDAK TEGAS PEMERINTAH!
Saat ini pemerintah hanya punya dua pilihan.
Pilihan pertama, membiarkan Ahmadiyah seperti semula. Pilihan ini sangat berbahaya. Itu artinya masalah Ahmadiyah akan terus terjadi. Masalah itu akan menjadi “bara dalam sekam” tinggal menunggu pemantiknya, bisa berkobar makin liar dan tentu akan sangat merugikan bagi kehidupan umat.
Pilihan kedua, bubarkan Ahmadiyah dan jika Ahmadiyah tetap ngotot dengan pendiriannya, maka pemerintah dengan dukungan mayoritas umat Islam bisa menetapkan Ahmadiyah bukan lagi bagian dari Islam dan jemaatnya bukan orang Islam.
Kunci penyelesaian masalah ini bergantung kepada keberanian dan ketegasan pemerintah mengimplementasikan SKB yang ada. Jangan sampai melahirkan kekecewaan umat, ketika MUI dan masyarakat sudah melaporkan bahwa sampai saat ini jemaat Ahmadiyah masih menjalankan keyakinannya dan tidak berubah sama sekali, pemerintah tidak merespon dan tidak mengambil tindakan semestinya.
Maka yang ditunggu umat Islam hingga saat ini adalah bukti dan realisasi dari SKB, bukan sekadar himbauan. Jika tidak, kelompok Ahmadiyah yang jumlahnya tidak sampai 0,01% dari penduduk Indonesia itu, akan terus menodai keyakinan umat Islam, mayoritas penduduk negeri ini, dan bahkan terus menjadi pemantik gesekan-gesekan fisik dalam kehidupan beragama, khususnya di tengah umat Islam.
KESIMPULAN!
Ide demokrasi, sekulerisme, pluralisme dan liberalisme (yang menjadi penyebab utama muncul dan suburnya berbagai aliran sesat) telah sangat nyata adalah ide busuk dan akan selalu menimbulkan keburukan. Dan jika pemerintah masih mempercayai ide2 tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan masalah Ahmadiyah dan penodaan keyakinan umat Islam akan terus terjadi.
Maka sudah saatnya, umat Islam mencampakkan ide2 sesat –sekularisme, pluralisme, liberalisme dan demokrasi- kemudian menggantinya dengan penerapan syariah Islam dan mewujudkan pemerintahan yang menerapkannya, yaitu KHILAFAH ISLAM. Sehingga semua masalah akan bisa diselesaikan dan keadilan akan dirasakan oleh semua, termasuk non muslim seperti yang telah ditampilkan berabad-abad dalam sejarah kaum muslim. WalLâhu a’lam bi ash-Shawâb. []